TUGAS INDIVIDU
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
MENENTUKAN JEJAK EKOLOGIS MANUSIA
Oleh
DESY RUKIYATI
NPM.12.131011031
Email: desyrukiyati1973@gmail.com
Dosen
Prof.Supli Effendi Rahim
PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian orang pada bumi mungkin seperti kawan akrab yang setiap waktu mengasihi. mungkin juga seperti orang yang saling follow di twitter tapi tidak pernah saling mention. Mungkin lupa, atau memang tidak begitu dianggap adanya. Padahal, semua orang punya kebutuhan pada bumi. Maka idealnya semua orang haruslah mengasihi bumi. Hanya saja, tidak semua orang tahu bagaimana caranya.
Memahami jejak kaki ekologis (ecological footprint) hanya sebagian kecil saja dari upaya mengenal bumi. Manusia pada bumi pun berlaku peribahasa yang terkenal itutak kenal maka tak sayang.
Jejak Kaki Ekologis, Apakah Itu? Jejak kaki ekologis dikenalkan di Kanada oleh William Rees dalam jurnal akademiknya pada tahun 1992. Konsep dan metodenya kemudian disempurnakan dalam desertasi PhD oleh Mathis Wackernagel pada 1994. Jika kita artikan secara harfiah, berjejak berarti kita menginjakkan kaki di atas sesuatu, bertumpu padanya. Jejak kaki ekologis pun demikian.
Jejak kaki ekologis adalah ukuran seberapa besar kebutuhan manusia akan sumber daya alam dibandingkan dengan ketersediaannya di bumi. Misalnya begini, saat membeli sebuah pakaian baru berarti kita telah menghabiskan sejumlah sumber daya alam. Katakanlah sekian liter air digunakan untuk menyirami si pohon kapuk yang akan dijadikan kain. Selain itu kita juga menghabiskan sejumlah bahan bakar minyak untuk mengangkut kapuk tersebut ke pabrik. Juga bahan bakar minyak untuk menghidupkan mesin yang akan mengolah kapuk hingga menjadi kain. Sebut saja kain tersebut kemudian dijahit dengan menggunakan mesin jahit listrik, maka kita juga telah menggunakan sejumlah energi dari batu bara untuk membangkitkan sumber listrik. Kemudian bahan bakar minyak juga digunakan untuk mengangkut pakaian yang telah jadi untuk dipasarkan. Jika pakaian ini adalah hasil impor dari luar negri, tentu lebih banyak lagi bahan bakar yang dibutuhkan untuk membuatnya sampai ke tangan kita.
Menurut perhitungan pada tahun 2006, rata-rata “jatah” setiap orang terhadap sumber daya alam adalah 1,8 gha. Namun, penghitungan jejak kaki ekologis di berbagai negara telah menunjukkan data-data yang mengejutkan. Untuk jejak kaki ekologis setiap orangnya, di Amerika diketahui sebesar 9,0 gha, Switzerland 5,6 gha dan China sebesar 1,8 gha.
Deputi Direktur Konservasi WWF Indonesia, Budi Wardhana, mengingatkan, berdasarkan kajian jejak ekologis, Indonesia akan mengalami defisit pada 2016. “Artinya, sejak tahun itu kita sudah memakai sumber daya alam yang seharusnya dinikmati anak cucu kita,”. Penduduk penduduk mempengaruhi jejak ekologis di Indonesia. Namun, yang sangat mempengaruhi jejak ekologis ternyata produk domestik bruto yang terkait dengan pembangunan.
Pada tahun 2004 ekonomi Indonesia secara perlahan mulai pulih dari goncangan krisis global. Meski pun masih rentan dengan kondisi politik, sosial atau keamanan pertahanan.. Sedangkan dari sektor pertumbuhan karbon, Indonesia terus meningkat dan kini menempati peringkat kedua di bawah Cina. Emisi karbon ini diperkirakan akan terus meningkat secara drastis kalau terjadi perubahan fungsi lahan serta pembukaan hutan skala luas.
“Pemerintah sendiri mempunyai komitmen menurunkan emisi karbon 26 persen hingga 41 persen pada 2020,” . Berdasarkan kajian 1971-2004, energi Indonesia ternyata semakin kotor. Indonesia, lanjut dia, masih kalah dibanding Cina meskipun pertumbuhan penduduk nasional sekitar dua persen .“Efisiensi energi masih rendah, karena Indonesia ikut menyumbang karbon yang tinggi. Bahkan Indonesia negara yang paling kotor dibanding China, Australia, dan negara lain di sekitarnya,”.Nilai efisiensi sumber daya Indonesia pun berada di posisi 6,60, jauh di atas rata-rata dunia sebesar 2,61
Pada tahun 2007, total jejak kaki ekologis seluruh manusia diperkirakan sebesar 1,5 kali planet bumi. Hal ini berarti manusia menggunakan sumber daya alam 1,5 kali lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan bumi untuk memperbaharuinya.Gaya hidup yang tidak berwawasan lingkungan menjadi penyebab utama berlebihannya jejak kaki ekologis seseorang. Bagaimana dengan gaya hidup yang Anda jalani? Berbagai aplikasi pengukur jejak ekologis telah banyak tersedia online.
Tidak ada salahnya kita mulai menghitung dan lebih bijak dalam bergaya hidup. Jika manusia tidak juga mengubah gaya hidupnya menjadi lebih ramah lingkungan, akan dibutuhkan lebih dari satu planet bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia
B. TUJUAN
Tujuan Jejak kaki ekologis adalah untuk menganalisa perbandingan kebutuhan manusia terhadap alam dengan kemampuan alam untuk meregenerasi sumber dayanya. Jejak kaki ekologis diukur dengan menganalisa jumlah dari lahan produktif darat dan laut yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi yang diperlukan manusia. Dalam metode penghitungan jejak kaki ekologis, semua bentuk sumber daya alam dikonversi dalam sebuah satuan pengukuran yang disebut global hektar (gha).
Dengan menggunakan asesmen ini, memungkinkan untuk memperkirakan berapa banyak bagian dari planet bumi yang akan dibutuhkan untuk mendukung kehidupan setiap orang dengan gaya hidup yang dijalaninya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jejak Ekologi
Jejak ekologi (ecological footprint) Istilah dan konsep jejak ekologi pertama kali diusulkan pada tahun 1992 oleh William Rees, seorang Profesor di The University of British Columbia, Kanada. selanjutnya pada tahun 1996, William Rees dan Mathis Wackernagel menerbitkan Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth. Jejak ekologi penduduk mewakili area lahan produksi dan ekosistem akuatik yang dibutuhkanuntuk memproduksi sumberdaya yang diperlukan dan menyerap limbah yang diproduksi penduduk tertentu terhadap bahan dasar kehidupan secara spesifikdimanapun lahan itu terletak dipermukaan bumi.
Jejak ekologi, sebutan sederhana bagi ecological footprint, merupakan satu sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang dihasilkannya. Jejak ekologi tak pernah lagi menjadi sebuah acuan negara dalam proses pembangunan dengan melihat neraca aset-aset alam (ekologi). Pada tahun 2001, dunia telah mengalami defisit dalam neraca ekologi, yang pada saat yang sama Indonesia masih memiliki surplus ekologi. Namun melihat trend kecenderungan yang ada, terlihat jelas bahwa Indonesia sedang menuju defisit ekologi, dimana terjadi penurunan kapasitas biologi setiap tahun.
Analisis jejak ekologi digunakan untuk menjawab pertanyaan dasar pada pembangunan berkelanjutan yaitu : seberapa besar alam yang kita punya,dibandingkan dengan seberapa besar alam yang kita gunakan (Bond, 2002).Eksploitasi alam bisa dalam bentuk dan berbagai macam kegiatan, seperti makan,transportasi dan energi. Besaran area analisis adalah populasi penduduk yang bisasangat bervariasi, mulai dari individu atau keluarga, atau melebar mulai dari kota,wilayah, negara, atau bahkan seluruh bumi. Hasil perhitungan jejak ekologi ini kemudian dibandingkan dengan biokapasitas yang tersedia. Adapun biokapasitas adalah total jumlah lahan bioproduktif yang terdapat diwilayah tersebut. Menurut Biocapacity Project (2007), biokapasitas adalah kemampuan ekosistem untukmendukung keanekaragaman hayati, memproduksi energi dan material biologi yangbermanfaat, dan menyerap dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan dari kegiatanmanusia termasuk emisi/ pancaran karbon. Bio produktifitas adalah kemampuansebidang tanah untuk menghasilkan biomassa, yang merupakan berat (ataudiperkirakan setara dengan) bahan organik, termasuk hewan, tumbuhan dan mikro-organisme (hidup atau mati) di atas atau di bawah permukaan tanah. Ekosistem yangberbeda akan memiliki tingkat bioproduktifitas yang berbeda pula.
Perbandinganantara jejak ekologi dan biokapasitas akan memberikan gambaran tentang status jejakekologi, apakah defisit atau surplus. Dari perhitungan ini dapat diketahui kemampuanlahan dalam mendukung konsumsi penduduk setempat. Pada awal dipublikasikan pada tahun 1996 oleh Mathis Wackernagel danWilliam Rees, jejak ekologi dihitung menggunakan metode compound juga menggunakan data sekunder Sumberdaya biotik dan energi primer yang digunakan untuk menghitung jejak ekologisuatu negara. Hasil perhitungan jejak ekologi ini disajikan per jenis penggunaan lahan dalam perhitungan jejak ekologi kemudian dibandingkan dengan kapasitas biologiper individu yang tersedia dalam negara tersebut. Metode ini lebih mudah diterapkankarena data yang digunakan lebih mudah didapatkan dan digunakan sebagai dasarperhitungan jejak ekologi negara di dunia pada organisasi Globalfootprint Networkyang dipimpin oleh Mathis Wackernagel. Menurut Wackernagel and Rees (1996),konsumsi manusia terhadap sumberdaya alam dibagi menjadi 5 komponen yaitumakanan, tempat tinggal, transportasi, barang konsumsi dan jasa. Dari kelima factor ini makanan, transportasi dan tempat tinggal merupakan penyumbang jejak ekologiyang besar. Sebaliknya barang dan jasa hanya sedikit menyumbang jejak ekologi.Metode perhitungan ini memang sangat detil dan fleksibel, namun sulit diaplikasikansecara menyeluruh karena tidak semua aktifitas dan produk dapat diukur. Pada tahun 2000, Chambers et al. mengembangkan perhitungan jejak ekologimenggunakan metode component. Pada metode ini, jejak ekologi dihitung untuk aktifitas tertentu menggunakan data yang terkait pada wilayah yang diperhitungkan.Contoh, untuk menghitung dampak aktifitas perjalanan mobil, data yang digunakan berupa konsumsi bahan bakar, produksi energi, lahan terbangun dan jarak tempuh(Chambers et al, 2000 dan Simons, 2004). Luas perhitungan pada tingkat wilayah,yakni mengacu pada setiap wilayah geografis sub-nasional; sebuah desa, kota, atauwilayah yang lebih besar. Sama dengan metode compound, metode component jugamenggunakan data sekunder
Berdasarkan perhitungan para ahli, saat ini diperlukan waktu satu tahun dua bulan untuk bumi dalam melakukan regenerasi apa yang dikonsumsi penduduk dunia dalam satu tahun. Ini menunjukkan telah semakin dekat kehilangan sumberdaya pendukung kehidupan akibat ketidakseimbangan konsumsi manusia dibanding dengan kemampuan alam untuk menyediakan sumberdaya.
Greenpeace baru saja mendaftarkan Indonesia agar diakui sebagai pemegang rekor dunia dalam percepatan pengurangan luasan hutan. Bila Departemen Kehutanan melaporkan telah terjadi kehilangan hutan 3,8 juta hektar setiap tahunnya pada tahun 2000 hingga tahun 2003, maka bisa jadi saat ini kehilangan hutan setiap tahunnya semakin berkurang, yaitu berkisar 2,9 – 3,1 juta hektar setiap tahun, namun bukan berarti luasan hutan yang tersisa masih akan mampu mendukung kehidupan manusia di dalam dan sekitarnya.
Jejak ekologi Indonesia pada tahun 2005 adalah 0,95 gha, dengan jejak pertanian 0,5 gha, jejak hutan 0,12 gha, jejak perikanan 0,16 gha, jejak penyerapkarbon 0,09 gha dan jejak terbangun 0,06 gha (Globalfootprint Network, 2005). Hasil penelitian menunjukan konsumsi pangan memberikan kontribusi 70% terhadaptotal jejak ekologi, yang kemudian diikuti oleh kebutuhan terhadap lahan penyerapankarbon akibat konsumsi energi.
Pada tahun yang sama biokapasitas Indonesia adalah1,39 gha. Hal ini menunjukan pola konsumsi masyarakat Indonesia termasuk berkelanjutan karena mengkonsumsi sumberdaya alam lebih sedikit dibandingkan dengan yang mampu disediakan oleh alam. Environment Protection Authority (EPA) Victoria (2008), salah satu anggota Global footprint Network, melakukan penelitian jejak ekologi di Kota Victoria.Penduduk Victoria rata-rata membutuhkan 6,8 hektar kebutuhan lahan global untuk mempertahankan gaya hidupnya. Jejak ekologi Victoria adalah sedikit lebih besar dibandingkan dengan Australia (6,6 gha per orang). Pola konsumsi utama di Victoriamirip dengan konsumsi rata-rata nasional, perbedaan yang menonjol ada dipenggunaan energi perumahan (karena ketergantungan Victoria pada energi listrikdari batubara). Sebagai bagian dari Australia jejak ekologi Victoria lebih besar karena mereka umumnya tinggal di kota-kota besar, di rumah-rumah yang relative besar, melakukan perjalanan jauh dan kebutuhan energi mereka saat ini bersumberterutama dari bahan bakar fosil. Berikut ini gambar hasil penelitian jejak ekologi diVictoria berdasarkan jenis penggunaan lahan
Di wilayah perairan (danau, sungai dan lautan), semakin meningkatnya limbah-limbah industri telah memicu semakin berkurangnya ikan dan biota perairan lainnya yang selama ini menunjang kehidupan manusia. Air asam tambang beserta dengan cairan kimia yang dipergunakan dalam proses pertambangan, perkebunan besar dan hutan tanaman industri telah pula menambah ketidaknyamanan ikan untuk tetap bisa bertahan hidup dan berkembang biak. Ditambah dengan industri bubur kertas dan kertas, beserta industri pengolahan lainnya, yang belum memiliki unit pengolahan limbah yang baik, semakin memperparah kondisi ekosistem perairan.
Pada tahun yang sama biokapasitas Indonesia adalah 1,39 gha. Hal ini menunjukan pola konsumsi masyarakat Indonesia termasuk berkelanjutan karena mengkonsumsi sumberdaya alam lebih sedikit dibandingkandengan yang mampu disediakan oleh alam. Environment Protection Authority (EPA) Victoria (2008), salah satu anggotaGlobal footprint Network,penggunaan energi perumahan (karena ketergantungan Victoria pada energi listrikdari batubara). Sebagai bagian dari Australia, jejak ekologi Victoria lebih besarkarena mereka umumnya tinggal di kota-kota besar, di rumah-rumah yang relative besar, melakukan perjalanan jauh dan kebutuhan energi mereka saat ini bersumberterutama dari bahan bakarSementara itu, pada lahan produktif pertanian, perkebunan rakyat dan perikanan, luasan lahannya semakin menyempit akibat penguasaan tunggal oleh kelompok pemodal atas nama proses pembangunan. Baik untuk kepentingan perumahan mewah, pertambangan, perkebunan besar, kehutanan maupun kepentingan wisata. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan sebagian besar sumber pangan harus dipenuhi dari wilayah lain, termasuk dengan melakukan impor.
Lebih parah lagi, sistem yang dibangun dalam proses pembangunan juga tak pernah memperhatikan efisiensi dan efektifitas. Misal saja teknologi nir-kertas hingga saat ini masih harus kalah bersaing dengan penggunaan sistem kerja yang menggunakan banyak kertas. Mulai dari selembar kertas disposisi (rujukan) hingga mekanisme perijinan yang menghabiskan berjuta ton kertas setiap tahunnya, yang akan berimbas pada semakin meningkatnya penebangan pepohonan di kawasan hutan.
Penggiringan gaya hidup lainnya adalah dengan menghilangkan transportasi publik massal dan memberikan ruang yang luas kepada publik untuk memperoleh kendaraan pribadi secara mudah, walau menjadi tak murah. Perusahaan penyedia alat transportasi berbahan bakar sangat difasilitasi untuk bisa hadir di negeri ini, sementara alat transportasi publik massal tidak pernah disiapkan untuk menjadi lebih baik. Selain meningkatkan kebutuhan akan bahan pembuat alat transportasi, kondisi ini juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan bakar fosil.
Ketika tak ada lagi air bersih, ikan di sungai, padi di sawah, hingga tak ada lagi buah-buahan di pepohonan, mungkin baru akan menyadarkan penghuni bumi saat ini untuk tidak berbuat yang merugikan bagi alam. Bahkan pelayan publik (pemerintah) mungkin belum juga akan tersadarkan, hingga tidak ada lagi rakyat yang akan dilayaninya karena kelaparan, keracunan dan bencana ekologi.
Bila tidak dilakukan upaya perbaikan dalam memanfaatkan aset alam saat ini, maka bisa jadi penghancuran kehidupan akan terjadi lebih cepat dari yang terbayangkan. Perlombaan untuk bertahan hidup akan terjadi. Persengketaan antar bukan lagi masalah kebanggaan semata, namun hanya demi memperebutkan setetes air bersih untuk diminum, sebutir beras untuk ditanak ataupun demi selembar tissue untuk menyeka keringat.
Etika kehidupan harus kembali dikedepankan dalam ruang bijak terhadap alam. Agar kemudian alam tak lagi memusuhi kehidupan manusia. Agar alam mampu menyediakan kebutuhan seluruh manusia. Juga bagi alam agar mampu terus beregenerasi dengan lebih baik.
Pemerintah sebagai pelayan publik harus mampu menterjemahkan etika kehidupan dalam ruang hukum dan kebijakan yang berpihak pada keadilan ekologi. Tidak lagi menghadirkan hukum dan kebijakan yang berpihak pada sekelompok kepentingan (rakus) yang tak akan pernah puas dengan dua buah bukit emas yang telah dimilikinya. Saatnya melakukan transformasi kehidupan dengan belajar pada alam dan berbagi pada sesame
BAB III
PERHITUNGAN JEJAK EKOLOGI PRIBADI
Seberapa banyak seberapa besar alam yang kita punya,dibandingkan dengan seberapa besar alam yang kita gunakan (Bond, 2002).Eksploitasi alam bisa dalam bentuk dan berbagai macam kegiatan, seperti makan,transportasi dan energi.
tanah, air dan sumber alam yang habiskan dan saya habiskan dalam kegiatan yang saya lakukan sehri – hari. Jika yang saya konsumsi lebih banyak dibandingkan dengan yang disediakan alam, maka kemudian dapat diasumsikan bahwa tingkat konsumsi tidak dapat didukung oleh ketersediaan di alam.
Jejak ekologi Indonesia pada tahun 2005 adalah 0,95 gha, dengan jejak pertanian 0,5 gha, jejak hutan 0,12 gha, jejak perikanan 0,16 gha, jejak penyerapkarbon 0,09 gha dan jejak terbangun 0,06 gha (Globalfootprint Network, 2005).
Menurut perhitungan pada tahun 2006, rata-rata kebutuhan setiap orang terhadap sumber daya alam adalah 1,8 gha. Pada tahun 2007, total jejak kaki ekologis seluruh manusia diperkirakan sebesar 1,5 kali planet bumi. Hal ini berarti manusia menggunakan sumber daya alam 1,5 kali lebih cepat dari pada waktu yang dibutuhkan bumi untuk memperbaharuinya
Jejak ekologi diukur berdasar pemakaian sumbe rdaya. Pertama adalah apa yang saya makan setiap hari, barang-barang apa dan berapa banyak yang sudah saya beli. Kemudian dinilai juga bagaimana kondisi perumahan saya dan bagaimana mobilitas saya sehari-hari.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa digunakan untuk merefleksikan tentang seberapa besar beban yang sudah ditanggung bumi, yaitu :
1. Seberapa banyak saya makan daging atau ikan, apakah lebih dari sekali sehari, atau kurang dari sekali dalam seminggu?
2. Seberapa sering saya membeli produk-produk organik, baikdaging, sayur, dan juga produk susu?
3. Seberapa sering saya membeli daging, sayur, dan produk susu yang diproduksi lokal?
4. Kendaraan apa yang saya miliki, yang sering digunakan untuk bepergian, mobil atau motor?
5. Bahan bakar apa yang digunakan untuk kendaraan saya ?
6. Berapa jam saya menggunakan motor atau mobil sendiri?
7. Seberapa sering saya menggunakan kereta, bis, dan alat transportasi umum lainnya?
8. Berapa jam yang saya gunakan dalam setahun ini untuk perjalanan lewat udara?
9. Berapa banyak orang yang tinggal serumah dengan saya?
10. Bagaimana cara saya menyejukkan rumah ?
11. Apakah saya mematikan lampu dan alat-alat listrik lainnya saat tidak digunakan, atau hanya mengubah dalam posisi standby?
12. Apa perlengkapan rumah yang membutuhkan tenaga listrik yang saya beli dalam 12 bulan terakhir ini?
13. Berapa rupiah yang saya bayar untuk air, baik untuk mandi, menyiram tanaman, dan sebagainya?
14. Sampah macam apa yang saya bisa daur ulang?
Jejak ekologi adalah satu sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang dihasilkannya. (Wackernagel & Rees, 1996)
Menghitung Seberapa Besar Jejak Ekologiku.
A. Transportasi
1. Dengan apa anda bepergian hari ini?
a) Berjalan…..0
b) Bersepeda…..5
c) Dengan Angkutan Umum….10
d) Menumpang.....15
e) Kendaraan Pribadi ….3x 30
(Kalikan setiap skor dengan berapa sering metode tsb dipakai dalam satu hari dan kemudian di total.)
Nilaiku 10
Sub-Total: 10
B. Penggunaan Air
1. Seberapa banyak air yang digunakan?
a) Tidak mandi….0
b) Mandi, 1-2 menit. ….5
c) Mandi, 3-6 menit.….10
d) Mandi, 10 min ….2x 20
e) Mandi dengan air satu bath tub penuh….20
f) Mandi dengan air setengah bath tub….10
g) Mandi dengan air bekas orang lain….10
h) Menggosok gigi dg air kran tetap mengucur….5
i) Mencukur kumis/jenggot dengan air kran tetap mengucur….5
Nilaiku 10
Sub-Total: 10
C. Berpakaian
1. Saya menggunakan pakaian lebih dari sekali sebelum di cuci?
a) Sering….0
b) Kadang-kadang….2x 5
c) Tidak pernah….10
2. Saya menggunakan pakaian bekas (yg diperbaiki)
a) iya….(-5) b) tidak….0
3. Saya memperbaiki baju saya sendiri?
a) ya….(-5) b) Tidak….0
3. 50% dari baju saya adalah baju turunan?
a) ya….(-5) b) tidak….0
4. Saya membersihkan dan mengeringkan baju?
a) none….0 b) 1-5 lembar….10 c) lebih dari 6 lembar….20
Nilaiku 30
Sub-total: 30
D. Rekreasi
Mengenali permainan, olahraga, dan aktivitas dimana aku terlibat, pada hari biasa di waktu senjang.
1. Seberapa banyak peralatan yg diperlukan ?
a) tidak ada atau sedikit..0 b) beberapa….1x 10 c) cukup banyak….20
2. Seberapa luas lahan yg dibutuhkan untuk bermain di lapangan, dataran es, kolam renang, untuk memenuhi kebutuhan rekreasi anda?
a) tidak ada atau sedikit….0 b) sedang (<1 hektar) 1x 10 c) cukup besar (>hektar)…20
(Lihat tabel konversi pada akhir kuis untuk bantuan)
3. Saya menghabiskan uang hari ini untuk belanja (pakaian, baju, peralatan olahraga)?
a) Tidak ada….0 b)$5…5 c)$10…10 c)$10+…1 pt. per dollar
Nilaiku 0
Sub-Total: 0
E. Makanan
1. Berapa porsi daging yang dimakan sehari?
a) 0….0 b) 1 porsi….1x 10 c) 2 porsi….20 d) 3 porsi….30
2. Seberapa banyak makan bersisa di piring?
a) tidak ada…1x 0 b) sedikit….5 c) cukup banyak….10
3. Saya mengkonsumsi campuran sisa sayur dan buah?
a) ya….0 b) tidak….1x 10
4. Makanan yg saya makan adalah makanan lokal?
a) semuanya….0 b) beberapa...1x 10 c) tidak ada….20
5. Makanan yg saya makan adalah produk organik?
a) semuanya….0 b) beberapa..1x 10 c) tidak ada….20
6. Makanan yg dikonsumsi dibunkus plastik/kertas?
a) Tidak….0 b) beberapa….1x 10 c) Semuanya….20
Nilaiku 35
Sub-Total: 35
F. Sampah
1. Jika saya membuang seluruh sampah pada hari ini, seberapa besar penampungan sampahnya?
a) peti kayu….30
b) kotak sepatu….1x 20
c) secangkir….5
d) tidak ada sampah….0
Nilaiku 20
Sub-Total: 20
Add Sub-Totals of “A-F” = Total 1: 110
Adapun total sub nilaiku untuk A-F (Total 1) = 110
G. Ruang Tinggal
1. Hitung dalam satuan meter persegi ruang indoor yang diperlukah dlm keseharian. Termasuk semua ruangan di rumah (termasuk garasi), sekolah (kantin, kelas), kantor (ruang kantor pribadi, area kerja, toilet). Bagi luas total ruangn dg jumlah orang di dalamnya.
Contoh:
Living Space Averages Educ. Space/Per Student
Ave. Dorrm Space – 25 sq m Classroom & Lab – 30 sq m
Ave. Apt. space - 35 sq m Administration - 3 sq m
Other - 5 sq m
Add up “a-d” for “Total Square Meters”.
(1 sq. meter = 10 sq. feet)
a) “Home” sq. meters = 128
divided by # of people = 4 Sq meters
b) School sq. meters = _____40_____________
divided by # of people = ___19_______________ Sq meters
c) Office sq. meters = 6
divided by # of people = 2 Sq meters
d) other sq. meters = ______12____________
divided by # of people = ____4______________ Sq meters
Nilaiku untuk Total 2 = 41
Total 2: 41
TOTAL KESELURUHAN= (Total 1 + Total 2) X 3
(151 x 3) = 453
Saya telah menghitung total dari ‘tiga’ tipikal keseharianku. Sekarang total keseluruhan tersebutmenjadi jejak ekologis pribadiku, menggunakan rumus dibawah:
Total keseluruhan dibagi 100 = jejak ekologis anda dalam satuan hektar
JADI JEJAK EKOLOGIS PRIBADI = 4.53 HEKTAR
Dari hasil perhitungan kalkulator WWF kemungkinan kebutuhan saya adalah 4,53 ha, ini melebihi dari kisaran rata-rata kebutuhan perorangan yaitu 1,5 ha. Mengapa ini bisa terjadi?
Pengaruh pendidikan terhadap konsumsi pangan Pola konsumsi pangan juga tergantung dengan tingkat pendidikan anggota rumah tangga. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan formal penduduk menyebabkan meningkatnya pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya kualitas pangan yang dikonsumsi. Hal ini akan menyebabkan semakin bervariasinya pangan.
Penghasil pendapatan juga merupakan unit primer konsumsi pangan. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang dialokasikan untuk pangan. Akan meningkatkan konsumsi pangan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadapkonsumsi pangan adalah karakteristik tempat tinggal, pendapatan dan pendidikan. Karakteristik tempat tinggal akan mempengaruhi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi..
Di sisi pengguna, semakin tingginya konsumsi dari manusia diakibatkan terjangan kepentingan industri, dimana setiap melangkahkan kaki tak akan mampu lagi melepaskan diri dari iklan dan advertising yang membujuk untuk terus melakukan konsumsi secara berlebih. Gaya hidup manusia digiring ke arah konsumerisme. Semakin banyak penggunakan produk yang tidak diperlukan, pada akhirnya meningkatkan jumlah barang yang tak tergunakan (sampah).
Lebih parah lagi, sistem yang dibangun dalam proses pembangunan juga tak pernah memperhatikan efisiensi dan efektifitas. Misal saja teknologi nir-kertas hingga saat ini masih harus kalah bersaing dengan penggunaan sistem kerja yang menggunakan banyak kertas. Mulai dari selembar kertas disposisi (rujukan) hingga mekanisme perijinan yang menghabiskan berjuta ton kertas setiap tahunnya, yang akan berimbas pada semakin meningkatnya penebangan pepohonan di kawasan hutan.
Penggiringan gaya hidup lainnya adalah dengan menghilangkan transportasi publik massal dan memberikan ruang yang luas kepada publik untuk memperoleh kendaraan pribadi secara mudah, walau menjadi tak murah. Perusahaan penyedia alat transportasi berbahan bakar sangat difasilitasi untuk bisa hadir di negeri ini, sementara alat transportasi publik massal tidak pernah disiapkan untuk menjadi lebih baik. Selain meningkatkan kebutuhan akan bahan pembuat alat transportasi, kondisi ini juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan bakar fosil.
Gaya hidup yang tidak berwawasan lingkungan kemungkinan juga menjadi penyebab utama berlebihannya jejak kaki ekologis. Jadi tidak ada salahnya kita mulai menghitung dan lebih bijak dalam bergaya hidup. Jika kita tidak juga mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan, akan dibutuhkan lebih dari satu planet bumi untuk memenuhi kebutuhan kita sebagai manusia. Bila tidak dilakukan upaya perbaikan dalam memanfaatkan aset alam saat ini, maka bisa jadi penghancuran kehidupan akan terjadi lebih cepat dari yang terbayangkan. Perlombaan untuk bertahan hidup akan terjadi. Persengketaan antar bukan lagi masalah kebanggaan semata, namun hanya demi memperebutkan setetes air bersih untuk diminum, sebutir beras untuk ditanak ataupun demi selembar tissue untuk menyeka keringat.
Etika kehidupan harus kembali dikedepankan dalam ruang bijak terhadap alam. Agar kemudian alam tak lagi memusuhi kehidupan manusia. Agar alam mampu menyediakan kebutuhan seluruh manusia. Juga bagi alam agar mampu terus beregenerasi dengan lebih baik.
BAB III
PENUTUP
Jejak ekologi, sebutan sederhana bagi ecological footprint, merupakan satu sistem yang mengukur seberapa banyak tanah dan air yang diperlukan populasi manusia untuk menghasilkan sumber yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang dihasilkannya. Jejak ekologi tak pernah lagi menjadi sebuah acuan negara dalam proses pembangunan dengan melihat neraca aset-aset alam (ekologi). Pada tahun 2001, dunia telah mengalami defisit dalam neraca ekologi, yang pada saat yang sama Indonesia masih memiliki surplus ekologi. Namun melihat trend kecenderungan yang ada, terlihat jelas bahwa Indonesia sedang menuju defisit ekologi, dimana terjadi penurunan kapasitas biologi setiap tahun.
Berdasarkan perhitungan para ahli, saat ini diperlukan waktu satu tahun dua bulan untuk bumi dalam melakukan regenerasi apa yang dikonsumsi penduduk dunia dalam satu tahun. Ini menunjukkan telah semakin dekat kehilangan sumberdaya pendukung kehidupan akibat ketidakseimbangan konsumsi manusia dibanding dengan kemampuan alam untuk menyediakan sumberdaya.
Lebih parah lagi, sistem yang dibangun dalam proses pembangunan juga tak pernah memperhatikan efisiensi dan efektifitas. Misal saja teknologi nir-kertas hingga saat ini masih harus kalah bersaing dengan penggunaan sistem kerja yang menggunakan banyak kertas. Mulai dari selembar kertas disposisi (rujukan) hingga mekanisme perijinan yang menghabiskan berjuta ton kertas setiap tahunnya, yang akan berimbas pada semakin meningkatnya penebangan pepohonan di kawasan hutan.
Penggiringan gaya hidup lainnya adalah dengan menghilangkan transportasi publik massal dan memberikan ruang yang luas kepada publik untuk memperoleh kendaraan pribadi secara mudah, walau menjadi tak murah. Perusahaan penyedia alat transportasi berbahan bakar sangat difasilitasi untuk bisa hadir di negeri ini, sementara alat transportasi publik massal tidak pernah disiapkan untuk menjadi lebih baik. Selain meningkatkan kebutuhan akan bahan pembuat alat transportasi, kondisi ini juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan bakar fosil.
Ketika tak ada lagi air bersih, ikan di sungai, padi di sawah, hingga tak ada lagi buah-buahan di pepohonan, mungkin baru akan menyadarkan penghuni bumi saat ini untuk tidak berbuat yang merugikan bagi alam. Bahkan pelayan publik (pemerintah) mungkin belum juga akan tersadarkan, hingga tidak ada lagi rakyat yang akan dilayaninya karena kelaparan, keracunan dan bencana ekologi.
Pemerintah sebagai pelayan publik harus mampu menterjemahkan etika kehidupan dalam ruang hukum dan kebijakan yang berpihak pada keadilan ekologi. Tidak lagi menghadirkan hukum dan kebijakan yang berpihak pada sekelompok kepentingan (rakus) yang tak akan pernah puas dengan dua buah bukit emas yang telah dimilikinya. Saatnya melakukan transformasi kehidupan dengan belajar pada alam dan berbagi pada sesama
0 komentar:
Posting Komentar